Background

PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN


MACAM-MACAM POLA ASUH DALAM KELUARGA 
Keluarga merupakan batu pondasi setiap masyarakat besar manusia, dimana  semua anggotanya memiliki peran mendasar dalam memperkokoh hubungan-hubungan social dan pengembangan serta penguatannya di semua aspeknya. Untuk itu, segala macam usaha guna memperkuat bangunan keluarga, akan membuka peluang untuk pertumbuhan jasmani dan rohani yang sehat, dan pengkokohan nilai-nilai moral di tengah masyarakat. Para pakar meyakini bahwa keluarga adalah lingkungan pertama dimana jiwa dan raga anak akan mengalami pertumbuhan dan kesempurnaan. Untuk itulah ia memainkan peran yang amat mendasar dalam menciptakan kesehatan kepribadian anak dan remaja. Dengan demikian, berdasarkan bentuk dan cara-cara interaksi keluarga dan masyarakat, anak akan memperoleh suasana kehidupan yang lebih baik, atau sebaliknya, akan memperoleh efek yang buruk darinya. Maka daripada itu diperlukan model-model pola asuh dalam membangun karakter anak agar dapat memudahkan orang tua dalam mendidik kepribadian anak sesuai dengan yang diinginkan[1].

B. Rumusan masalah :
1. pengertian pola asuh dan keluarga
2. model-model pola asuh dalam keluarga
3. pengaruh kepribadian orangtua dalam mendidik pribadi anak



PEMBAHASAN

a. Pola Asuh
Pengertian pola asuh dalam keluarga bisa ditelusuri dari pedoman yang dikeluarkan oleh Tim Penggerak PKK Pusat (1995), yakni : usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa (18 tahun).
Secara garis besar pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya dapat digolongkan menjadi tiga , yaitu :

1.)  Pola asuh otoriter
Yang dimaksud pola asuh otoriter adalah setiap orang tua dalam mendidik anak mengharuskan setiap anak patuh dan tunduk terhadap setiap kehendak orang tua. Anak tidak diberi kesempatan untuk menanyakan segala sesuatu yang menyangkut tentang tugas, kewajiban dan hak yang diberikan kepada dirinya.
Bagi anak masuk akal atau logis menyikapi otoritas orang tua sesuai dengan kemauannya sendiri. Kelogisan ini sejajar dengan prilaku orang tuanya yang tidak konsisten dalam bahasa perkataan dan perbuatan, dan komunikasi yang kurang bernuansa keterbukan. Kemenduaan prilaku orang tua dan komunikasi imperatif dalam kehidupan keluarga secara nalar, dianalogkan dengan kemenduan mereka dalam mengapresiasi otoritas orang tua. Jika anak melakukan perintah orang tua, hal ini lahir karena mereka merasakan bahwa orang tuanya memiliki otoritas untuk memerintah dan karena mereka merasa bagian dari kehidupan orang tua. Oleh sebab itu, pancaran aura kewibawaan dan kepercayaan orang tua menjadi redup dan pudar dalam dirinya.hal demikian melahirkan sikap anak yang mengakui otoritas orang tua hanya karena rasa takut dan anggapan bahwa orang tua adalah bagian dari kehidupannya. Akibatnya , tidak ada konfirmitas dan traksional antara orang tua dengan anak sebagai lautan untuk mengembangkan nilai-nilai demokratis.[2]


2.) Pola asuh demokratis
Yang dimaksud adalah sikap orang tua yang mau mendengarkan  pendapat anaknya, kemudian dilakukan musyawarah antara pendapat orang tua dan pendapat anak lalu diambil suatu kesimpulan secara bersama, tanpa ada yang merasa terpaksa. Demokratisasi dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga adalah syarat esensial terjadinya pengakuan dunia keorangtuaan orang tua oleh anak dan dunia keanakan anak oleh orang tua, dan situasi kehidupan yang dihayati bersama. Secara filosofis, terbukanya peluang bagi mereka untuk menghadirkan eksistensi dirinya akan memudahkan mereka untuk saling membaca. Kreatifitas mereka yang berkembang secara optimal merupakan persyaratan untuk saling beridentifikasi diri. Dengan situasi dan kondisi tersebut, masing-masing anggota keluarga dapat melakukan peran dan fungsi dengan baik dan anak-anak merasa diterima didalam anggota keluarga, mereka mudah untuk membangun konsep diri dan berfikir positif. Dengan demikian anak memiliki dasar-dasar untuk mau dan terdorong belajar dari siapa aja tentang sesuatu hal, termasuk untuk memiliki dan mengembangkan nilai-nilai moral sebagai dasar berprilaku yang berdisiplin diri. Artinya, jika anak tidak diterima dalam kelompoknya, ia tidak merasa asing karena dalam keluarga telah dimanusiawikan. Ini merupakan fondasi yang kuat bagi anak untuk dapat memilah-milahkan hasil dialektika dengan dunia luar ,sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah dimiliki dari upaya orang tuanya.[3]

3.) Pola asuh permisif
Yang dimaksud dengan sikap orang tua dalam mendidik anak memberikan kebebasan secara mutlak kepada anak dalam bertindak tanpa ada pengarahan sehingga bagi anak yang perilakunya menyimpang akan menjadi anak yang tidak diterima di masyarakat karena dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan ( Nuryoto,1998).



B. Fungsi Keluarga
Secara sosiologis ( Melly dalam Busono, 2005 ), keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera yang dihuni oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan sejahtera. Fungsi keluarga perlu diamati sebagai tugas yang harus diperankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa, berdasarkan pendekatan budaya dan sosiologis, fungsi keluarga adalah sebagai berikut :

1.)    Fungsi Biologis
Bagi pasangan suami istri, fungsi ini untuk memenuhi kebutuhan seksual dan mendapatkan keturunan. Fungsi ini memberi kesempatan hidup bagi setiap anggotanya. Keluarga disini menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu.

2.) Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan mengharuskan setiap orang tua untuk mengkondisikan kehidupan keluarga menjadi situasi pendidikan, sehingga terdapat proses saling belajar di antara anggota keluarga. Dalam situasi ini orang tua menjadi pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya, terutama di kala mereka belum dewasa. Kegiatannya antara lain melalui asuhan, bimbingan, dan teladan.

3.) Fungsi Beragama
Fungsi beragama berkaitan dengan kewajiban orang tua untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan anak serta anggota keluarga lainnya mengenai kaidah-kaidah agama dan perilaku keagamaan. Fungsi ini mengharuskan orang tua, sebagai seorang tokoh inti dan panutan dalam keluarga, untuk menciptakan iklim keagamaan dalam kehidupan keluarganya.




4.) Fungsi Perlindungan
Fungsi perlindungan dalam keluarga ialah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin timbul. Baik dari dalam maupun dari luar kehidupan keluarga.
5.) Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.
6.) Fungsi Kasih Sayang
Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Dalam suasana yang penuh kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.
7.) Fungsi Ekonomis
Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.
8.) Fungsi Rekreatif
Suasana Rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila dalam kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan pada saat-saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari.
9.) Fungsi Status Keluarga
Fungsi ini dapat dicapai apabila keluarga telah menjalankan fungsinya yang lain. Fungsi keluarga ini menunjuk pada kadar kedudukan (status) keluarga dibandingkan dengan keluarga lainnya.[4]

Selain mengetahui model-model pola asuh dan fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian anak layakya perlu diketahui juga beberapa aspek yang dapat berpengaruh terhadap proses pembinaan karakter pada anak salah satunya adalah mengenal tipe atau ciri kepribadian orang tua dalam membangun karakter anak. Menurut levine (2005) ada Sembilan tipe kepribadian orang tua dalam membesarkan anaknya yang juga berpengaruh pada kepribadian anak :

  •  Penasehat moral, yaitu tipe yang terlalu menekankan pada perincian, analisis, dan moral.
  •  Penolong, terlalu mengutamakan kebutuhan anak dengan mengabaikan akibat dari tindakan sianak
  •  Pengatur, selalu ingin bekerja sama dengan sianak dan menciptakan tugas-tugas yang akan membantu memperbaiki keadaan.
  •  Pemimpi, selalu berupaya untuk berhubungan dengan seseorang secara emosional dengan anak-anak dalam setiap keadaan dan mencari solusi kreatif bersama-sama
  •  Pengamat, selalu mencari sudut pandang menyeluruh dan berupaya mengutamakan objektivitas dan perspektif.
  •  Pencemas, selalu melakukan Tanya jawab mental dan terus bertanya-tanya, ragu-ragu, dan memiliki gambaran terburuk sampai mereka benar-benar memahami situasi.
  •  Penghibur, selalu menerapkan gaya yang lebih santai.
  •  Pelindung, cendrung untuk mengambil alih tanggungjawab dan bersikap melindungi, berteriak pada sianak tetapi kemudian melindunginya dari ancaman yang datang.
  •   Pendamai, dipengaruhi kepribadian mereka yang selalu mungkin jauh dari konflik.[5]
2.      
3.      
4.   
5.      
    KESIMPULAN
Keluarga adalah pondasi pertama dalam membangun dan membina karakter anak ,karena keluarga adalah kelompok kecil social yang pertama kali bagi sianak dan merupakan media pembelajaran yang produktif. Untuk itu peran seluruh angota keluarga sangat berpengaruh dalam proses tersebut agar terwujud karakter anak sesuai yang diinginkan. dalam proses membangun kepribadian anak diperlukan model model pola asuh yang sekiranya dapat memudahkan orang tua dalam membina anak-anaknya. Secara garis besar pola asuh yang kita kenal ada tiga macam yaitu, pertama pola asuh yang bersifat otoriter yang condong mengharuskan setiap anak patuh tunduk terhadap setiap kehendak orang tua. kedua pola asuh yang bersifat demokratis yaitu sikap orang tua yang mau mendengarkan  pendapat anaknya, kemudian dilakukan musyawarah antara pendapat orang tua dan pendapat anak lalu diambil suatu kesimpulan secara bersama, tanpa ada yang merasa terpaksa.Ketiga pola asuh yang bersifat permitif yaitu sikap orang tua dalam mendidik anak memberikan kebebasan secara mutlak kepada anak dalam bertindak tanpa ada pengarahan. Selain itu Secara sosiologis ( Melly dalam Busono, 2005 ), keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera yang dihuni oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan sejahtera. Fungsi keluarga perlu diamati sebagai tugas yang harus diperankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil.



[1]Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai mengumpulkan yang terserak, menyambung yang terputus, dan menyatukan yang tercerai, bandung, alfabeta, 2007, hlm 90.
[2] Dr. Moh. Shochib , Polaasuh orang tua untuk membantu anak mengembangkan disiplin diri, Jakarta,  RinekaCipta, 2000, hlm .114
[3] Dr. Moh. Shochib , Pola asuh orang tua untuk membantu anak mengembangkan disiplin diri,  Jakarta, RinekaCipta, 2000,hlm.130
[4]http://organisasi.org/jenis-macam-tipe-pola-asuh-orangtua-pada-anak-cara-mendidik-mengasuh-anak-yang-baik
[5]Dr.sjarkawi,M.pd. ,pembentukankepribadiananakperan moral intelektual emotional dan formal sebagaiwujudintegritasmembangunjatidiri,bumiaksara,Jakarta 2006.hlm.20

Categories: Share

Leave a Reply